selamat membaca
Air kawah Bulan lebih banyak dari Sahara. Sebuah kawah dingin di kutub selatan Bulan ternyata dipenuhi oleh es. Di beberapa tempat, kawasan tersebut bahkan lebih basah dibanding gurun Sahara. Temuan ini meningkatkan peluang didirikan basis tempat tinggal manusia di Bulan.
Kemungkinan adanya air tersebut diungkapkan oleh enam penelitian yang menganalisa hasil temuan pesawat ulang alik NASA yang “menghantam” Bulan dengan kecepatan 9.000 kilometer per jam pada 9 Oktober 2009 lalu.
Ketika itu, pesawat mendarat di kawah Cabeus, di kutub Selatan, Bulan. Kawah berukuran lebar 97 kilometer tersebut sepanjang sejarahnya, tidak pernah mendapatkan sinar matahari.
Hasil terbaru ini juga melengkapi temuan sebelumnya, di mana Cabeus juga mengandung sumber daya lain seperti karbon monoksida, amonia, methana, merkuri, kalsium, magnesium, dan perak dalam jumlah yang cukup besar. Meski demikian, jumlahnya tidak cukup besar untuk ditambang oleh manusia. Bukan berarti itu bisa ditambang.
Secara total, es mencakup 5,6 persen dari keseluruhan massa permukaan Cabeus. Membuat kawah tersebut dua kali lebih basah dibandingkan dengan daratan Gurun Sahara.
“Ini mengejutkan,” kata Tony Colaprete, peneliti NASA yang bertugas di AMES Research Center di Moffett Field, California, seperti dikutip dari Livescience. “Banyaknya tempat di Bulan yang lebih basah dibandingkan dengan sebagian tempat di Bumi merupakan penemuan yang menarik. Apalagi, ditemukan pula ternyata air yang ada di bulan tersebut relatif murni,” ucapnya.
Sayangnya, bagian dasar kawah yang gelap permanen juga bersuhu sangat dingin. Sangat sulit mendesain peralatan yang mampu beroperasi pada suhu minus 233 derajat dan tidak mendapat energi dari sinar matahari.
Peneliti mengamati partikel-partikel yang terlontar ke udara saat pesawat menghantam permukaan Bulan. “Kristal es yang terlontar mengandung 80 sampai 90 persen air,” kata Colaprete. “Jika tidak, maka kristal tersebut akan hilang dalam 20 detik, menguap terkena sinar matahari,” ucapnya
Kemungkinan adanya air tersebut diungkapkan oleh enam penelitian yang menganalisa hasil temuan pesawat ulang alik NASA yang “menghantam” Bulan dengan kecepatan 9.000 kilometer per jam pada 9 Oktober 2009 lalu.
Ketika itu, pesawat mendarat di kawah Cabeus, di kutub Selatan, Bulan. Kawah berukuran lebar 97 kilometer tersebut sepanjang sejarahnya, tidak pernah mendapatkan sinar matahari.
Hasil terbaru ini juga melengkapi temuan sebelumnya, di mana Cabeus juga mengandung sumber daya lain seperti karbon monoksida, amonia, methana, merkuri, kalsium, magnesium, dan perak dalam jumlah yang cukup besar. Meski demikian, jumlahnya tidak cukup besar untuk ditambang oleh manusia. Bukan berarti itu bisa ditambang.
Secara total, es mencakup 5,6 persen dari keseluruhan massa permukaan Cabeus. Membuat kawah tersebut dua kali lebih basah dibandingkan dengan daratan Gurun Sahara.
“Ini mengejutkan,” kata Tony Colaprete, peneliti NASA yang bertugas di AMES Research Center di Moffett Field, California, seperti dikutip dari Livescience. “Banyaknya tempat di Bulan yang lebih basah dibandingkan dengan sebagian tempat di Bumi merupakan penemuan yang menarik. Apalagi, ditemukan pula ternyata air yang ada di bulan tersebut relatif murni,” ucapnya.
Sayangnya, bagian dasar kawah yang gelap permanen juga bersuhu sangat dingin. Sangat sulit mendesain peralatan yang mampu beroperasi pada suhu minus 233 derajat dan tidak mendapat energi dari sinar matahari.
Peneliti mengamati partikel-partikel yang terlontar ke udara saat pesawat menghantam permukaan Bulan. “Kristal es yang terlontar mengandung 80 sampai 90 persen air,” kata Colaprete. “Jika tidak, maka kristal tersebut akan hilang dalam 20 detik, menguap terkena sinar matahari,” ucapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Comment After Read My Post